Humaniora

Membangun Mutual Trust antara UIN dan Penerbit Humaniora

Selaras dengan visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, pemerintah menggagas sebuah rencana strategis bernama Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Visi besarnya adalah “Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur”. Visi Indonesia 2025 tersebut diwujudkan melalui tiga misi yang menjadi fokus utamanya. Salah satunya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (Sumber: MP3EI; www.bappenas.go.id). Tembolok – Mirip

Sayangnya, percepatan pembangunan lebih terfokus pada indikator pertumbuhan ekonomi; sedangkan aspek kualitas manusia dari sisi pembangunan karakter acapkali terlupakan. Padahal, seiring dengan kondisi lingkungan global yang terus berkembang secara dinamis, pembangunan karakter bangsa merupakan proses yang harus berkelanjutan. Jelasnya, character building is never ending process.  Bagaimanapun, bangsa yang besar adalah bangsa yang berkarakter. Dengan kekokohan karakternya, bangsa itu pasti mampu menjawab setiap tantangan, dan mampu mengatasi setiap hambatan. Karakter bangsa merupakan kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang tercermin dalam kebersamaan kesadaran, pemahaman, rasa, karsa individu dan kelompok dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karakter bangsa hanya dapat dibangun dan diperkokoh berdasarkan keunikan nilai dan fakta sosial yang melekat. Sejak dulu, bangsa Indonesia memiliki keunikan yang deferensiatif, yaitu fakta sosial-religius (http://www.radenfatah.ac.id/iftitah2011.pdf).

Berkaitan dengan pengembangan karakter tersebut, peran bidang pendidikan, lebih khusus lagi pendidikan agama, menjadi sangat penting dan strategis. Kita tahu proses pembelajaran sebagai alat mendidik tidak saja bergantung pada sumber ajar, tetapi juga siapa pengajar atau pendidiknya. Karena itu, perhatian terhadap peningkatan tenaga pendidik pun menjadi sangat penting; baik langsung maupun tidak langsung. Pertumbuhan lembaga pendidikan keagamaan di Indonesia memang cukup pesat. Tetapi, kualitas pengajar atau tenaga pendidik masih harus terus ditingkatkan.

Merujuk pada UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen, Dosen adalah seseorang yang berdasarkan pendidikan dan keahliannya diangkat oleh penyelenggara perguruan tinggi dengan tugas utama mengajar di perguruan tinggi yang bersangkutan. Perguruan tinggi dimaksud adalah penyelanggara pendidikan tinggi berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas.

Klausul yang harus menjadi perhatian adalah “pendidikan dan keahlian”. Bagaimanapun, sebagai tenaga pengajar, seorang dosen harus memiliki jalur pendidikan yang jelas. Demikian pula keahlian atau kompetensinya dapat diandalkan. Jika tidak, kualitas kelulusan mahasiswa tidak akan sesuai dengan ekspektasi yang ditetapkan. Menurut Kepmenag RI No. 353/2004, tujuan pendidikan tinggi agama Islam adalah terwujudnya lulusan yang akan menjadi anggota masyarakat dan warga negara yang beriman, bertaqwa, berakhlaq mulia, memiliki pemahaman yang terpadu antara ilmu dan  agama, berkepribadian  Indonesia,  serta memiliki kemampuan  akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan  ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian, baik di bidang  ilmu  agama maupun  ilmu  agama yang diintegrasikan dengan ilmu lainnya.

Rumusan tersebut menjadi batasan bahwa sebuah PTAI yang berhasil harus mampu mencetak alumni yang cerdas secara intelektual, emosional, dan spiritual. Keseimbangan proporsional dari ketiga aspek itu menjadi salah satu kekuatan PTAI dalam menyiapkan dan membina mahasiswa. Manusia cerdas yang dikembangkan di lingkungan PTAI tidak hanya mementingkan diri,  tetapi juga mampu menunaikan tanggung jawabnya sebagai warga masyarakat dan bagian dari keluarga besar bangsa Indonesia.

Sebagai the factory of knowledge, PTAI memilikii visi-misi strategis, yaitu mengembangkan integrasi keilmuan. Karena itu, sarjana PTAI tidak saja mendalami program  studi agama, tetapi juga harus mendalami mata kuliah penunjang lainnya secara memadai. Dengan begitu, sarjana yang dihasilkan oleh PTAI mampu memahami  teks-teks agama secara mendalam dengan wawasan yang luas, dan tidak menjadi sarjana sekuler (http://www2.kemenag.go.id/file/dokumen).

Berkaitan dengan peningkatan keahlian dan kompetensi dosen, setiap pengajar diharapkan melakukan up-grading keilmuan, sesuai dengan bidangnya. Salah satu cara yang paling baik untuk mengup-grade keilmuan ini adalah menulis jurnal atau buku. Budaya menulis semestinya sudah harus menjadi gaya hidup kalangan dosen yang memang tugasnya berkaitan erat dengan pendalaman dan pengkajian ilmu. Dalam konteks ini, kegiatan pembinaan karier dosen PTAI merupakan faktor determinan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap pofesionalisme, serta memliki kompetensi handal dalam rangka mewujudkan karier dan prestasi kerja dosen.

Untuk lebih mendorong pengembangan pelaksanaan program bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung telah melakukan kerja sama dengan Penerbit Humaniora Bandung. Jika merujuk pada PP No. 30/1990, Pasal 122 ayat (2), bentuk kerja sama antara perguruan tinggi dengan lembaga lain mencakup beberapa hal, yaitu 1) tukar menukar dosen dan mahasiswa; 2) pemanfaatan bersama sumber daya manusia; 3) pemanfaatan bersama sarana dan prasarana belajar; 4) penerbitan karya ilmiah bersama; 5) penyelenggaraan kegiatan ilmiah seperti seminar dan penelitian bersama; dan 6) bentuk-bentuk lain yang dianggap perlu.

Kerja sama yang ditandatangi oleh Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof. Dr. H. Agus Salim Mansyur, M.Pd dengan Direktur Penerbit Humaniora Bandung, H. Usin S Artyasa, S.E. pada Senin, 27 Pebruari 2012, di Gedung Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Lt. 4 itu menitikanberatkan pada penerbitan karya ilmiah bersama. Dalam hal ini, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung memosisikan diri sebagai the factory of knowledge; sedangkan Penerbit Humaniora sebagai publisher.

Kerja sama antara perguruan tinggi dan penerbit ini diharapkan menjadi terobosan cerdas untuk memecahkan isolasi institusional yang dihadapi perguruan tinggi, baik pada level lokal, regional, nasional, maupun internasional; utamanya dalam upaya peningkatan mutu akademik masing-masing perguruan tinggi. Dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga pengajar UIN Sunan Gunung Djati Bandung, khususnya di lingkungan Fakultas Adab dan Humaniora, kerja sama ini menjadi sangat penting. Kerja sama ini sekaligus menjadi sarana penyaluran aspirasi para dosen untuk berkarya dan berprestasi dalam rangka melahirkan insan-insan penerus bangsa yang siap mengisi pembangunan.

Dalam sambutannya, Prof. Dr. H. Agus Salim Mansyur, M.Pd memberikan beberapa hal tentang prinsip-prinsip yang harus disepakati dalam membangun kerja sama, yaitu mutual trust, mutual understanding, mutual benefit, mutual respect, dan mutual commitment. Menanggapi sambutan tersebut, pihak Penerbit Humaniora menyambut dengan sangat antusias kerja sama ini. Penerbit Humaniora juga sepakat untuk menjadikan “5 Mutual” sebagai acuan utama dalam pelaksanaan kerja sama hingga lima tahun ke depan.

Kita sangat berharap, kerja sama di atas mutual trust, yang dilandasi oleh semangat yang sama dalam implementasi makna konten ayat “tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa” ini (QS al-Maidah, 2) mendatangkan keberkahan dan rahmat Allah secara berkelanjutan. Aamiin