Anak yang Menjadi Fitnah 1

Tidak lama setelah umatnya menolak risalah dakwah yang disampaikannya, Nabi Nuh a.s. berdoa kepada Allah. Ia memohon pertolongan kepada Allah. Allah segera merespon permohonan itu. Dia lalu memerintahkan kepada Nuh dan umatnya untuk membuat perahu.

Buatlah perahu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami. Janganlah kamu membicarakan dengan-Ku tentang orang-orang yang zhalim itu. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan”; perintah Allah kepada Nuh.

Usai perahu dibuat, Allah memerintahkan kepada Nuh agar umat setianya segera masuk ke dalam perahu. Tak terkecuali seluruh hewan yang berpasangan. Jantan dan betina harus dimasukkan.

Perahu itu pun berlayar membelah samudera air bah-banjir yang dahsyat. Ia membawa Nuh dan umatnya di atas gelombang dahsyat setinggi gunung. Banjir bandang itu menghantam apa saja yang dilaluinya. Ia menghancurkan seluruh harta benda. Saat air semakin meninggi, Nabi Nuh memanggil anaknya yang saat itu sedang berada di tempat yang sangat jauh lagi terpencil.

Hai anakku, naiklah kamu kapal bersama kami. Janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir itu niscaya kamu akan binasa”. Ajakan ini disampaikan Nuh kepadanya dengan kepedihan hati. Ia sangat berharap, Kan’an bisa menerima ajakannya. Tetapi, apa jawaban Kan’an justru sebaliknya; sangat menyakitkan hatinya.

Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah itu!” Upaya Nuh, sang ayah yang sangat mencintai anaknya itu, sia-sia belaka. Kan’an, dengan congkaknya, tetap pada pendiriannya yang bodoh itu. Karena tidak ada hasil, Nabi Nuh mengalihkan permohonannya kepada Allah Yang Mahawelasasih. Ia bermohon: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku, termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji-Mu itulah yang benar”.

Sayang sekali, Allah tidak berkenan mengabulkan permohonannya. Karena ada perbedaan akidah-keyakinan antara Nabi Nuh dan anaknya, Kan’an. Allah bahkan berfirman mengingatkannya:

Hai Nuh, sesungguhnya Kan’an itu tidak termasuk keluargamu yang dijanjikan akan diselamatkan. Sungguh, perbuatannya itulah perbuatan yang tidak baik. Sebab itu, janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui hakikatnya. Sungguh, Aku memperingatkanmu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan”.

Akhirnya, Nuh hanya bisa berpasrah diri atas keputusan Allah terhadapnya. Baginya, kecintaan kepada Allah di atas segalanya. Tidak ada kesenangan apa pun yang bisa mengalahkan cintanya kepada Allah. Itulah Nabi Nuh, seorang nabi yang termasuk ulul azmi.

About Usin S Artyasa

Aku adalah editor, instruktur terjamah Al Quran. Saat ini, sedang menempuh pendidikan magister manajemen di Program Pasca-Sarjana Universitas Widyatama Bandung.
This entry was posted in Kapita Selekta Hadis. Bookmark the permalink.

Leave a comment